Monday, January 23, 2012

Ini rasaku yang ke entah


Ini rasaku yang ke entah. Tak cukup jemari ini untuk menghitungnya. Sebelumnya aku tak pernah merasakan ‘cinta’ yang membuatku menjadi begini. Cinta yang menghadirkan rindu yang tak mampu kutepis. Cinta yang membuatku diliputi rasa itu lagi dan lagi. Sebentuk rasa cemburu yang menjeratku. Rasa yang menyesakkan dada, ketika penyebab datangnya cemburu itu, hadir tanpa kompromi nyata di depan mata.  

Tanpa sepengetahuannya, acapkali aku menengok dindingnya, menengok dinding teman-temannya, bahkan blog dan notes tak luput dari kunjunganku. Postingan di blog seseorang yang dekat dengannya tentang “Siapa bilang cinta itu mahal”, komenan-komenan di dindingnya, belum lagi coretan dinding berupa aduan, kemanjaan, ataupun laporan seseorang yang lainya sedang mendapat telepon darinya, tak bisa membohongi naluriku jika aku terbakar cemburu.





Mungkin banyak yang menyangka aku aneh, lebay dan seterusnya. Tapi inilah rasaku. Ikhlas, seperti kataku yang pernah kuucap, nyatanya aku tak kuasa untuk tidak mengingkarinya. Rasaku tak bisa menolak, jika aku tak bisajika dirinya  membagi cinta dengan yang lainnya.

Aku benar-benar iri dan cemburu. Dengan keakraban di obrolan yang terposting di dindingnya. Diam-diam aku ikut menyimak perbincangannya. Sungguh akrab.

**
Semenjak tahun baru itu, nyaris aku tak berkomunikasi dengannya. Seperti ada yang salah. Dan aku mengakuinya. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri. 

Kini aku seolah mendapati karma atas segenap kesalahanku. Aku kembali dalam kesendirianku. Tak adalagi yang memedulikanku. Aku ingin berusaha menerima kembali kodratku. Kembali dalam sunyi dan sepi yang dulu sempat kukecap sebelum mengenal dirinya.

Namun ternyata aku tak mampu. Naluriku mengajak egoku untuk turun peringkat menjadi peringkat terbawah. Aku harus mendengarkan suara hatiku. Bahwa aku tak sanggup terus berada dalam kesunyian dan kerinduan yang begitu menyiksa.

Aku sangat rindu perhatiannya. Sekedar sapaan emotionnya di inbox maupun di dinding rumah mayaku.
Aku juga sangat rindu mendengar suara merdunya melalui sambungan telepon dari seberang sana. Ceritanya tentang Cintanya, tentang Bintangnya, tentang Adinya ataupun tentang dirinya di sana yang diceritakan kepadaku begitu menggebu.  

 

Aku juga rindu bisa membagi ceritaku kepadanya. Bisa menumpahkan segala rasaku kepadanya. Bisa begitu lepas mengisakkan tangisku kepadanya. Aku benar-benar rindu.








Terlebih hari ini, pengumuman akademikku keluar. Dan kabar bahagia yang kutunggu sangat jauh dari prediksi.

Aku bingung tak bisa membagi rasaku kepada sesiapapun.  

Sambil berurai airmata, aku beranikan diri menyampaikan sedikit rasaku padanya. Akupun terkejut mendapat balasan darinya. Bahwa dirinya merasakan hal yang sama denganku. Kami berada pada titik komunikasi yang tidak baik.

**
Selang berapa menit, telepon genggamku berkedip-kedip. Tanda ada panggilan masuk. Sambil tersedan, aku angkat telpon pada panggilan ke tiga. Hanya bisa berucap salam dan selebihnya, aku dan dirinya tak bisa menahan isak itu. Entah berapa puluh menit, tak ada sekatapun keluar dari mulut kami. Akupun tiba-tiba menjadi gagu. Tak bisa berkata apapun, hanya bisa terisak. Berdialog dengan pikiranku sendiri. Hingga lamat-lamat kepalaku menjadi pusing dan berat. Aku lemas dan tak tersadar beberapa saat.

Saat aku bisa terbangun, telepon genggam masih berada dalam genggaman tanganku. Aku segera mengecheck panggilan masuk beberapa puluh menit yang lalu, memastikan aku tidak sedang bermimpi. Bahwa dirinya, benar-benar menelponku, siang tadi. 

Meskipun aku dan dirinya tak bercerita apa-apa, namun cukup membuatku sangat lega. Sesakku tak lagi tertahan, karena sudah kutumpahkan sesiang tadi. 

Terimakasih mak atas teleponmu siang tadi. Maafkan aku yang mungkin tak menjawab salammu. Terimakasih, masih mau menerimaku, masih mau memaafkanku dan masih mau menjadi bagian kepingan puzzlemu di antara kepingan yang lainnya. Jangan pernah tinggalkan aku mak, gendukmu yang teramat lemah tanpamu..

23/01/2012
23:23 wib





Saturday, January 21, 2012

Catcil : 21012012


Semenjak kau berujar Desember ungu
ingin aku segera menyapamu
ingin aku bisa menjadi tempat
membagi rasamu yang kelabu
namun ternyata aku tak mampu
engkau memilih gagu
dan akupun menjadi sangat takberguna kala itu.

Berbagai rasa yang entah meliputi jiwaku
Aku merasa tak bisa apa-apa
Menjadi semakin tak berguna

Hhhh
Kenapa aku takbisa ikut meredam laranya
ataupun sekedar ikut menyeka airmatanya
aku malah seolah tak peduli
dan sibuk dengan diriku sendiri

Aku terlanjur bingung
Aku tak tahu harus berbuat  apa
Pun menghiburnya, aku tak mampu
Aku tak mahir merangkai sajak, puisi atau catatan yang bisa menjadi pelipur laranya
Aku hanya bisa berkirim do’a
Agar dirinya bisa setegar karang di lautan
yang akan tetap bertahan walau dihempas gelombang

Untuk peri ungu di sana
Maafkan aku, gadis kecilmu ini
yang hanya bisa melabuhkan do’a untukmu
agar engkau semakin kuat, ditempa berbagai ujian dari Tuhan
Semoga ungumu tak lagi kelabu..
Karena aku tahu, ada banyak cinta di sekelilingmu
Ada banyak do’a terlabuh untukmu
Wahai engkau, peri ungu yang selalu kurindu