Friday, July 27, 2012

RUH yang Membiru

Di malam-malam menjelang tanggal tujuh di bulan tujuh, engkau selalu hadir dalam mimpiku. Memelukku dengan terasa sangat nyata. Dan sempat aku tak ingin terjaga, karena ingin merasakan pelukanmu lebih lama. 
 Dan hari ini, bukan lagi mimpi. Aku akan terlebih dulu memelukmu, ketika nanti kita bertemu.  Di beberapa jam lagi sampai bis ini berhenti melaju.
  
Ah ... tahukah engkau, aku hampir linglung, dan bingung mencari sosokmu yang kutaksir akan berpakaian serba ungu. Tapi ... nyatanya mataku tak jua menemukan sosokmu di antara ratusan manusia yang berjejal memenuhi bumi perkemahan Cikole hari ini. 


Hingga akhirnya, seorang perempuan berjaket putih  itu mendekatiku dan berucap setengah lantang,”ini kah yang kau cari?” Aku segera menoleh, ke arah yang ia tunjukkan kepadaku. Oh Tuhaaaan .... begitu bergetar hati dan rasaku menjadi tak karuan.  

Aku membuang sembarangan segala tentengan yang kubawa sedari tadi, dan menghambur menuju sosok ungu yang ditunjukkan perempuan berjaket putih itu.





“Mamak ...”
“Gendhuk ...”

Hanya dua kata itu yang terlontar dari lisan kami. Kami larut dalam haru. Oh Tuhan .... Aku sedang tidak bermimpi. Memeluk dan merengkuh secara nyata. Mak Yully Riswati, kepingan puzzle yang kutemukan  dari negeri Beton.  

RUH  yang Membiru
Bersambung ...
Cikole, 7 July 2012. 2:15pm  

Thursday, June 7, 2012

Ready to order : Romansa Telaga Senja


TELAH TERBIT di AG PUBLISHING!

Judul : ROMANSA  TELAGA SENJA
ISBN : 978-602-7692-07-7
Tebal : 194 Halaman
Harga : Rp. 43.650,-




Penulis:
|Arista Devi | Tri Lego Indah F N |Bayu Rhamadani W| Eko Hartono| El Eyra| El Mukarrima| Endang Ssn| Fransiska S. Manginsela| Ghiyats Ramadhan| Sandza| Niken Larasati| Iruka Danishwara Widodo| Ghina Shafirah Elbankulani| Niken Suyanti| Nurjannah Jaimbum| Seruni Nurul Qalbi| Yati Rachmat| Miftahuljannah Monoarfa| Asni Ahmad Sueb| Wirasatriaji| Ayuni Adesty| Bintang Kirana|Elis Widyo Palupi| Gusti Ronia| Kurnia Hidayati| Manusia Perahu| Muhammad Asqalani| El Fasya|Muhammad El-Rijal| Niken Larasati| Nyi Penengah Dewanti| Oksa Puko Yuza| |Rurin Kurniati| Shinja Tsaqib| Zuifa Sanashalaufa|

Potongan Cerita:
Duhai lelakiku, jika cemburu adalah pertanda cinta, mengapa mesti ada jeda di antara kita yang bersebab cemburu?Aku percaya pada besarnya cintamu padaku, tetapi ketika besar cintamu tak cukup kuat untuk melewati segala ujian kesetiaan, mengapa aku mesti bertahan?
(Diary Setia-Arista Devi)

"Kembalikan anakku!" Kamu meronta, meraung menyenandungkan bait pilu. Sedangkan aku sebagai seorang lelaki harus tegar menguatkanmu, walau pilu yang tertanam di hatiku tidak jauh beda dengan pilumu. (Dekade Penantian-Sandza)

Menunggu, menyisir jejak-jejak orang itu. Orang yang jua mengisi harimu pada pagi buta, setelah subuh kukut dalam renggut bayang. Ah, kamu begitu naif! Untuk apakah kamu melakukan semua ini? (Dara-El Eyra)

Romansa Telaga Senja, kumpulan Cerpen dan Puisi pemenang project milad pernikahan. Rangkaian rasa tercover dalam buku ini.
Selamat menikmati Romansa penuh Cinta di Telaga Senja ...


Untuk Pemesanan, silakan ketik:
RTS#Nama Lengkap#Alamat Lengkap#Jumlah#Nomor HP Kirim ke 0878 260000 53
atau Silakan Inbox
Penerbit Alif Gemilang Presindo atau bisa juga melalui Asni Ahmad Sueb

Akhirnya ...

Alhamdulillah ...
Akhirnya, perjuangan telah dimulai. Acc juga untuk seminar proposal. Lancarkan seminar usulku ya Robb :)
Thanks suntikan semangat dari semuanya ^_^
@hijaunet, 07062012 15:21

Tuesday, June 5, 2012

Semoga hanya fiksi

Ini semua hanya fiksi ...! pekikku ketika aku mendapati selembar surat yang kini berada dalam genggamanku. Pertahananku luruh. Sendi-sendiku terasa lemas. Tulang-tulangku seperti terlolosi satu persatu. Aku menepuk-nepuk pipiku, meyakinkan diriku bahwa apa yang aku baca dan temukan itu tidaklah nyata. Tapi ... mengapa pipiku benar-benar sakit? Nyatakah ini Tuhan? Aku ... benar-benar tak siap, menerima surprise yang tak pernah aku bayangkan untuk kuterima. Aku masih berharap, ini semua hanyalah fiksi.

                Namun nyatanya, ini adalah realita yang mau tidak mau harus aku terima. Serapi apapun ia menyimpannya, jika Tuhan berkenan, maka tabirnyapun bisa segera tersingkap. Mungkinkah karena Tuhan merasa sudah waktunya aku untuk mengetahui ini semua? Jikapun boleh waktu aku putar kembali, ingin rasanya aku tak membuka almari tua itu, barang mencari catatan kuliah yang tak jua ketemu. Mungkin saja, selembar kertas itu masih bersemayam manis di bawah tumpukan buku-buku bekas itu. Jika saja mataku tak penasaran ketika selembar surat itu terjatuh di lantai saat buku-buku bekas itu aku keluarkan dari almari. Jika saja .... ah ... aku tak boleh banyak berandai lagi. Karena sekarang, kertas itu masih berada dalam genggaman tanganku. Kertas tua nan lusuh yang dipenuhi dengan tulisan tangan bertinta biru, tertanggal Agustus tahun duaribu. Kertas yang kini terasa basah karena tertetesi hujan air mata yang tak kuasa aku bendung saat membaca rangkaian kalimat yang ditulis di selembar kertas itu. Oh Tuhan ... aku sangat tidak siap, menerima ini semua.

                ***
                Hari ini, aku tak berselera melakukan apapun. Aku mengunci diri di kamar. Tak ada yang memedulikanku karena aku memang sudah terbiasa untuk selalu berdiam diri di kamar. Kertas itu masih kusimpan. Berulangkali aku cermati tulisan tangan itu. Masih berharap kalimat yang tertulis di situ hanyalah fiksi. Aku masih berbaik sangka karena ia pernah menjadi guru bahasa indonesia. Mungkin saja, ia sedang membuat contoh menulis surat kepada anak didiknya. Setidaknya, prasangkaku ini, sedikit menentramkan hatiku sore ini.

                ***
                Pikiranku nyalang. Tiba-tiba aku teringat masa-masa aku masih sekolah dasar. Satu persatu kalimat yang pernah aku dengar samar-samar dari penanam benih itu dan juga lahan ia menanam benih kedua saudaraku lainnya, kini seolah terdengar sangat jelas. Selisih yang katanya bumbu manis dalam sebuah bingkai kehidupan, kini menjadi godam yang meluluhlantakkan segala macam kebanggaan memilikinya. 

                Bulshit ...! 

                Aku yang seringkali menjadi tempat berbagi kesah rekan maupun saudaraku, menasehati mereka dan mensyukuri segala keadaanku, kini pun merasakan kegamangan yang pernah mereka rasakan. Hhhh ...! aku sangat malu. Malu sekali! Ingin rasanya aku pergi meninggalkan bumi dan berpindah ke bulan ataupun planet lain. 

                *** 

                Malam-malamku semenjak hari itu terasa suram, aku merasa duniaku telah runtuh. Tiada lagi yang bisa kubanggakan. Kesetiaan yang kuelu-elukan, hanyalah kebanggaan semu yang berwujud maya. Dua belas tahun, ia berhasil memainkan sandiwara itu sekaligus merangkap sebaga penulis skenario ceritanya. Dua belas tahun, entah berapa ribu episode yang telah rampung ia tulis dan perankan sendiri sebagai tokoh utamanya. Entahlah ... ia telah sangat berhasil, mecabik-cabik hatiku dan juga hati kami semua.

***

                Malam ini, aku mencoba merenung. Mengembalikan fikiran jernihku. Membaca pesan Tuhan yang disiratkan dari apa yang telah aku terima beberapa hari terakhir. Aku tercenung. Aku berusaha untuk bisa kembali menerimanya, meski sisi melankolisku tentu saja sangat kecewa. Namun ... alangkah kejinya aku, jika aku tak memberinya ruang untuk bisa berubah. Cukuplah Tuhan telah memberikan hukuman kepadanya selama 12 tahun ini. Bukankah lahan untuk dia menanam benih kedua saudaraku, telah begitu legowo menerima ini semua. Bahkan begitu rapi pula memendam rasanya, demi melihat kami merasa bangga memiliki mereka. Betapa hebatnya ia. Masih mampu bertahan dalam kondisi hati hancur berkeping-keping. Hanya demi kami. Buah cinta yang ditanam si penanam benih dalam rahimnya. Ia masih begitu rasional untuk berfikir. Padahal aku sudah sangat kalap. 

                 Malam ini pula aku mendo’a kepada Tuhan. Agar Engkau bisa sadar. Agar Engkau bisa bertobat. Agar hukuman yang Engkau terima dari Tuhan selama 12 tahun ini, menjadi penggugur dosa-dosamu di masa lalu. 

Bandarlampung, 05062012-22:22

Wednesday, May 30, 2012

Ceria ... will come back couse you!

Bersyukurnya aku bisa mengenalnya, dan menjadikannya memiliki ruang di hatiku. Entahlah ... mungkin jika aku tak memilikinya, sampai detik ini aku masih sangat gamang. 

Sisi melankolisku yang terlalu mendramatisir peristiwa-peristiwa yang aku alami beberapa minggu lalu hingga seulas senyumpun begitu pelit aku bagi untuk sesiapapun. Namun ... ketika kemarin kuberanikan diri untuk menumpahkan segala kegamanganku, ia menjadi problem solving yang akhirnya mengembalikan lagi senyum dan ceriaku. Ah ... betapa beruntungnya aku. Aku catat dan akan terus aku ingat segala wejangannya sesore tadi. Terima kasih, Peri Unguku .... <3

Ruang Hati, Albarokah, 06062012-21:30