Kata “essay”
berasal dari bahasa Prancis, essai, artinya mencoba atau berusaha (a try or
attempt). Esai adalah sebuah upaya mengkomunikasikan informasi, opini, atau
perasaan, dan biasanya menyajikan argumen tentang sebuah topik
infoplease.com). Definisinya, esai adalah tulisan pendek yang biasanya
berisi pandangan penulis tentang subjek tertentu.
Esai adalah
karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut
pandang pribadi penulisnya. Pengarang esai disebut esais. Esai sebagai satu
bentuk karangan dapat bersifat informal dan formal. Esai informal mempergunakan
bahasa percakapan, dengan bentuk sapaan “saya” dan seolah-olah ia berbicara
langsung dengan pembacanya. Adapun esai yang formal pendekatannya serius.
Pengarang mempergunakan semua persyaratan penulisan.
Tipe-tipe
Esai
Ada enam
tipe esai, yaitu :
1. Esai
deskriptif. Esai jenis ini dapat meluliskan subjek atau objek apa saja yang
dapat menarik perhatian pengarang. Ia bisa mendeskripsikan sebuah rumah,
sepatu, tempat rekreasi dan sebagainya.
2. Esai
tajuk. Esai jenis ini dapat dilihat dalam surat kabar dan majalah. Esai ini
mempunyai satu fungsi khusus, yaitu menggambarkan pandangan dan sikap surat
kabar/majalah tersebut terhadap satu topik dan isu dalam masyarakat. Dengan
Esai tajuk, surat kabar tersebut membentuk opini pembaca. Tajuk surat kabar
tidak perlu disertai dengan nama penulis.
3. Esai
cukilan watak. Esai ini memperbolehkan seorang penulis membeberkan beberapa
segi dari kehidupan individual seseorang kepada para pembaca. Lewat cukilan
watak itu pembaca dapat mengetahui sikap penulis terhadap tipe pribadi yang
dibeberkan. Disini penulis tidak menuliskan biografi. Ia hanya memilih
bagian-bagian yang utama dari kehidupan dan watak pribadi tersebut.
4. Esai
pribadi, hampir sama dengan esai cukilan watak. Akan tetapi esai pribadi
ditulis sendiri oleh pribadi tersebut tentang dirinya sendiri. Penulis akan
menyatakan “Saya adalah saya. Saya akan menceritakan kepada saudara hidup saya
dan pandangan saya tentang hidup”. Ia membuka tabir tentang dirinya sendiri.
5. Esai
reflektif. Esai reflektif ditulis secara formal dengan nada serius. Penulis
mengungkapkan dengan dalam, sungguh-sungguh, dan hati-hati beberapa topik yang
penting berhubungan dengan hidup, misalnya kematian, politik, pendidikan, dan
hakikat manusiawi. Esai ini ditujukan kepada para cendekiawan.
6. Esai
kritik. Dalam esai kritik penulis memusatkan diri pada uraian tentang seni,
misalnya, lukisan, tarian, pahat, patung, teater, kesusasteraan. Esai kritik
bisa ditulis tentang seni tradisional, pekerjaan seorang seniman pada masa
lampau, tentang seni kontemporer. Esai ini membangkitkan kesadaran pembaca
tentang pikiran dan perasaan penulis tentang karya seni. Kritik yang menyangkut
karya sastra disebut kritik sastra.
Ciri-ciri
Esai
- Berbentuk prosa, artinya dalam bentuk komunikasi biasa, menghindarkan penggunaan bahasa dan ungkapan figuratif.
- Menggunakan bahasa yang sangat pribadi atau personal. Ciri personal dalam penulisan esai adalah pengungkapan penulis sendiri tentang kediriannya, pandangannya, sikapnya, pikirannya, dan dugaannya kepada pembaca.
- Cenderung sederhana, padat dan focus pada masalah. artinya penulis memilih segi-segi yang penting dan menarik dari objek dan subjek yang hendak ditulis. Penulis memilih aspek tertentu saja untuk disampaikan kepada para pembaca.
- Penulis bersifat meyakinkan pembaca untuk menerima pendapat penulis.
Lakukan
kegiatan ini !
- bacalah esai “Budaya Ketupat” !
- temukan pokok pikiran esai
- selanjutnya, catatlah pokok pikirannya!
- sampaikan ide atau pendapat penulis esai!
- ungkapkan penggunaan bahasa dalam esai!
- kemudian, simpulkan isi esai!
ESAI: Budaya
Ketupat
Saifur
Rohman
Peneliti
Filsafat; Bekerja dan Menetap di Semarang
Fenomena
kebudayaan Indonesia mendapati kekhasan dalam ketupat. Karena ketupat, ritual
keagamaan tidak lagi persoalan hukum agama, tetapi telah merasuk pada
kebiasaan, pranata sosial, hingga instrumen komunikasi virtual maupun aktual.
Seorang
sarjana bidang kajian budaya tidak dapat dikatakan paham secara emik latar
masyarakat Indonesia jika tidak mampu membelah makna ketupat. Persoalan yang
dihadapi para ahli, seberapa jauh makna ketupat relevan dalam pembentukan
kebudayaan Indonesia modern?
Selama ini,
kita baru tahu dari kajian antropologi struktural Claude Levi-Strauss tentang
hubungan makanan dan kebudayaan. Buku Myth and Meaning (1978) mampu menjelaskan
hasil-hasil kajiannya tentang kode-kode kebudayaan melalui makanan tertentu
yang dipilih sebuah suku. Raymond Thallis (1996) meneliti hubungan antara
makanan, pembentukan kosakata, dan identitas kebudayaan.
Sebagai
contoh, dibandingkan dengan Barat yang minim, kekayaan kosakata untuk buah
kelapa kecil sampai tua menunjukkan, kebudayaan Indonesia amat terkait dengan
lingkungan pantai tempat pohon kelapa tumbuh.
Fase
kehidupan
Berdasar
perspektif itu, tidak sulit dipahami adanya menu makanan yang berbeda untuk
mengenang aneka peristiwa penting dalam hidup manusia. Kelahiran bayi ditandai
menu makanan dari dedaunan hijau dan biji-bijian. Bayi itu tumbuh dan saat
menyelesaikan hal-hal penting dalam fase kehidupan, acara selamatan akan
digelar dengan menu makanan yang berasal dari pasar. Masyarakat kebanyakan
menyebut jajan pasar.
Saat dewasa,
seorang individu menyatakan lamaran dengan bahan makanan yang penuh simbol.
Tebu, hasil palawija, kelapa, dan makanan pokok ditata di ruang tamu. Manakala
saatnya tiba sebuah keluarga kecil sudah mampu membuat rumah, maka topping off
ditandai makanan simbolik yang diletakkan di ketinggian. Padi dan ketela untuk
kemakmuran, kelapa untuk kekuatan, bubur merah dan putih untuk keseimbangan,
dan bendera Merah-Putih sebagai identitas kebangsaan. Akhirnya kematian
ditandai dengan nasi tumpeng dibelah dua.
Semiotika
ketupat
Konfirmasi
atas fakta-fakta itu hendak membuktikan betapa eksistensi makanan ketupat dalam
kultur masyarakat Indonesia tidak dapat diabaikan. Bila kita meminjam perangkat
metode semiologi Charles Sanders Peirce, proses produksi pemaknaan ketupat
dapat dilihat sebagai ikon, lambang, dan simbol. Ikon adalah penunjuk langsung;
lambang adalah proses pengangkatan ikon ke dalam norma-norma keseharian; simbol
adalah lapis pemaknaan reflektif atas lambang yang terkait struktur kebudayaan.
Sebagai
ikon, ketupat dideskripsikan sebagai makanan berbahan beras yang dibungkus daun
muda pohon kelapa atau janur. Tidak setiap orang mampu membuat anyaman janur
sebagai wadah beras. Ikonografis ketupat lalu dimunculkan sebagai romantisme
menyambut Lebaran.
Sebagai
lambang, ketupat memberi arti penting dalam proses perayaan. Sebagai bukti,
sebagian masyarakat pesisir Jawa membagi perayaan Lebaran menjadi dua, Idul
Fitri dan Lebaran Ketupat. Idul Fitri jatuh 1 Syawal, sedangkan Lebaran Ketupat
adalah satu minggu setelahnya (7 Syawal). Ketupat tidak ada dalam Idul Fitri
karena hanya hadir dalam Lebaran Ketupat.
Sebagai
simbol, secara historis ketupat lahir dari sebuah pergulatan kebudayaan
pesisiran. Sumber dari Malay Annal (1912) oleh HJ de Graaf menyebutkan, ketupat
merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Demak yang
dipimpin Raden Fatah pada awal abad ke-15.
Bungkus
ketupat dipilih dari janur. Mengapa janur? De Graaf menduga-duga secara
antropologis bahwa hal itu berfungsi sebagai identitas budaya pesisiran karena
pohon kelapa kebanyakan tumbuh di dataran rendah. Selain itu, warna kuning
memberi arti khas untuk membedakan dari warna hijau dari Timur Tengah dan merah
dari Asia Timur.
Saling
kunjung
Kebiasaan
berkunjung dan bersalaman bisa dijelaskan melalui etimologi kata ketupat, yakni
kupat (Jw) (Sumber: Slamet Mulyono Kamus Basa Jawa, 2008: 199). Para frase
kupat adalah ngaku lepat, mengaku bersalah. Kata itu menuntut kita
menghilangkan rasa benci, tersinggung, dan introspeksi diri agar bisa saling memaafkan.
Ketupat membimbing manusia pada fase pemahaman paling ultim tentang hakikat
manusia.
Kini, budaya
ketupat tidak bisa tergantikan. Memang ada gambar ketupat di kartu pos, e-mail,
SMS, MMS, dan aneka jejaring sosial. Namun, karena makan ketupat itu tidak bisa
secara virtual, ketupat mengundang kita untuk hadir, bertatap muka, saling
bercerita. Kita disadarkan, betapa kehidupan sehari-hari menjauhkan kita dari
keluarga, kerabat, dan sahabat. Kita menjadi makhluk asing yang terlempar dari
budaya ketupat.
Ada pula
ketupat sayur di Jakarta. Namun, meski kita bisa makan kapan saja, sebetulnya
menu itu ingin menghadirkan budaya ketupat dalam kehidupan sehari-hari, bukan
setahun sekali. (Kompas, 19 September2009)
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejak setelah berkunjung yaa ...