MENANTI HASIL UN DAN MEMPERTAHANKAN SEBUAH IDEALISME
Tri Lego Indah F N (kader KAMMI unila)
Ujian Nasional ( UN ) yang menjadi hajat besar bagi dunia pendidikan yang berlangsung setiap tahunnya. Sudah satu bulan pula siswa SMA/SMK sederajat melaksanakan ritual rutinan tersebut. Pelaksanaan UN yang berlangsung selama 1 pekan (22-26 Maret 2010) kini tinggal menunggu hasil yang akan diumumkan esok hari (26 April 2010).
Pendidikan pada hakikatnya merupakan investasi masa depan suatu bangsa. Hasilnya baru bisa dirasakan 10- 25 tahun ke depan. Kecurangan- kecurangan yang dilakukan saat pelaksanaan Ujian Nasional yang terjadi, baik secara terselubung maupun terang-terangan, berkelompok maupun “berjamaah”, dalam jangka pendek mungkin bisa menolong siswa dari ketidaklulusan. Namun, dalam jangka panjang, justru akan berdampak buruk terhadap kualitas generasi masa depan. Yang terjadi adalah karakter mereka akan terbentuk dengan sendirinya dari lingkungan yang mengajarkannya. Ketika kecurangan dibiarkan, cara-cara instan ditempuh untuk menggapai sukses, maka yang terjadi kelak adalah lahirnya generasi anak muda bangsa yang memuja gaya hidup instan, nihil apresiasinya terhadap budaya proses dan kerja keras, dan merajalelanya sikap hidup pragmatis yang membahayakan masa depan anak bangsa.
Negeri kita memang sudah memiliki pengalaman cukup matang dalam penyelenggaraan Ujian Nasional. Namun, kebijakan pemerintah yang selalu acuh terhadap berbagai kritik yang selama ini mengemuka dari para pemerhati dunia pendidikan menjadikan pelaksanaan ujian nasional menjadi selalu salah urus. Dan bahkan cenderung mengebiri potensi anak didik. Banyak siswa yang pandai pada mata pelajaran tertentu dan mendapat prestasi luar biasa dalam suatu perlombaan, harus menelan pil pahit hasil ujian nasional karena nilai ujian nasional pada mata pelajaran yang lainnya belum mencapai standar kelulusan. Hal ini yang kemudian memang harus dikaji ulang oleh pemerintah.
Ujian Nasional secara tidak langsung memaksa siswa untuk mau tidak mau terbawa dalam keseragaman. Potensi dan talenta siswa yang berbeda satu dengan lainnya dipaksa untuk mampu menjalani proses homogenitas kompetensi dengan mengacu pada standar nilai kelulusan. Karena sudah diputuskan lewat Permendiknas dan diperkuat dengan Prosedur Operasi Standar (POS) oleh BSNP, mau atau tidak, kriteria kelulusan yang tidak berpihak kepada keberagaman potensi siswa didik semacam itu akan tetap digunakan sebagai acuan penentuan kelulusan tahun ini. Itu artinya, pelaksanaan UN tahun ini agaknya juga masih sulit menghindari kecurangan dan kebohongan.
Siswa yang pandai dan kemudian mempertahankan idealismenya untuk tidak ikut melakukan praktek kecurangan sebagaimana dilakukan oleh sebagian besar rekan-rekannya ataupun sebagian besar siswa-siswi di Indonesia, justru mendapat cibiran dari mereka. Karena dianggap sok suci dan sebagainya. Padalah inilah yang kemudian dibutuhkan oleh bangsa kita hari ini. Nilai-nilai kejujuran menjadi barang langka yang harus tetap dijaga eksistensinya agar tidak terjadi kepunahan massal terhaap hakikat nilai sebuah kejujuran. Sudah pasti UN akan menjadi momen yang tepat sebagai “starting point” peningkatan mutu pendidikan jika idealisme ini bisa tetap dipertahankan.
Seyogyanya dengan segala dinamika yang terjadi saat pelaksanaan Ujian Nasional kita semua tetap berharap bahwa pengumuman Ujian Nasional esok hari akan menjadi bahan refleksi bagi kita semua, apakah kelulusan UN esok memang murni sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa yang diluluskan atau tidak. Dan kita semua harus bangga dengan sekolah maupun siswa siswinya yang tetap konsisten mempertahankan idealismenya. Karena sejatinya merekalah siswa-siswi yang telah lulus sesungguhnya.
Tri Lego Indah F N (kader KAMMI unila)
Ujian Nasional ( UN ) yang menjadi hajat besar bagi dunia pendidikan yang berlangsung setiap tahunnya. Sudah satu bulan pula siswa SMA/SMK sederajat melaksanakan ritual rutinan tersebut. Pelaksanaan UN yang berlangsung selama 1 pekan (22-26 Maret 2010) kini tinggal menunggu hasil yang akan diumumkan esok hari (26 April 2010).
Pendidikan pada hakikatnya merupakan investasi masa depan suatu bangsa. Hasilnya baru bisa dirasakan 10- 25 tahun ke depan. Kecurangan- kecurangan yang dilakukan saat pelaksanaan Ujian Nasional yang terjadi, baik secara terselubung maupun terang-terangan, berkelompok maupun “berjamaah”, dalam jangka pendek mungkin bisa menolong siswa dari ketidaklulusan. Namun, dalam jangka panjang, justru akan berdampak buruk terhadap kualitas generasi masa depan. Yang terjadi adalah karakter mereka akan terbentuk dengan sendirinya dari lingkungan yang mengajarkannya. Ketika kecurangan dibiarkan, cara-cara instan ditempuh untuk menggapai sukses, maka yang terjadi kelak adalah lahirnya generasi anak muda bangsa yang memuja gaya hidup instan, nihil apresiasinya terhadap budaya proses dan kerja keras, dan merajalelanya sikap hidup pragmatis yang membahayakan masa depan anak bangsa.
Negeri kita memang sudah memiliki pengalaman cukup matang dalam penyelenggaraan Ujian Nasional. Namun, kebijakan pemerintah yang selalu acuh terhadap berbagai kritik yang selama ini mengemuka dari para pemerhati dunia pendidikan menjadikan pelaksanaan ujian nasional menjadi selalu salah urus. Dan bahkan cenderung mengebiri potensi anak didik. Banyak siswa yang pandai pada mata pelajaran tertentu dan mendapat prestasi luar biasa dalam suatu perlombaan, harus menelan pil pahit hasil ujian nasional karena nilai ujian nasional pada mata pelajaran yang lainnya belum mencapai standar kelulusan. Hal ini yang kemudian memang harus dikaji ulang oleh pemerintah.
Ujian Nasional secara tidak langsung memaksa siswa untuk mau tidak mau terbawa dalam keseragaman. Potensi dan talenta siswa yang berbeda satu dengan lainnya dipaksa untuk mampu menjalani proses homogenitas kompetensi dengan mengacu pada standar nilai kelulusan. Karena sudah diputuskan lewat Permendiknas dan diperkuat dengan Prosedur Operasi Standar (POS) oleh BSNP, mau atau tidak, kriteria kelulusan yang tidak berpihak kepada keberagaman potensi siswa didik semacam itu akan tetap digunakan sebagai acuan penentuan kelulusan tahun ini. Itu artinya, pelaksanaan UN tahun ini agaknya juga masih sulit menghindari kecurangan dan kebohongan.
Siswa yang pandai dan kemudian mempertahankan idealismenya untuk tidak ikut melakukan praktek kecurangan sebagaimana dilakukan oleh sebagian besar rekan-rekannya ataupun sebagian besar siswa-siswi di Indonesia, justru mendapat cibiran dari mereka. Karena dianggap sok suci dan sebagainya. Padalah inilah yang kemudian dibutuhkan oleh bangsa kita hari ini. Nilai-nilai kejujuran menjadi barang langka yang harus tetap dijaga eksistensinya agar tidak terjadi kepunahan massal terhaap hakikat nilai sebuah kejujuran. Sudah pasti UN akan menjadi momen yang tepat sebagai “starting point” peningkatan mutu pendidikan jika idealisme ini bisa tetap dipertahankan.
Seyogyanya dengan segala dinamika yang terjadi saat pelaksanaan Ujian Nasional kita semua tetap berharap bahwa pengumuman Ujian Nasional esok hari akan menjadi bahan refleksi bagi kita semua, apakah kelulusan UN esok memang murni sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa yang diluluskan atau tidak. Dan kita semua harus bangga dengan sekolah maupun siswa siswinya yang tetap konsisten mempertahankan idealismenya. Karena sejatinya merekalah siswa-siswi yang telah lulus sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejak setelah berkunjung yaa ...