Meskipun dulu aku terkesan nakal sewaktu SMP {baca
catatanku: Aku (bukan) Anak Nakal}, tapi kini aku belajar untuk sadar. Dalam
perenungan satu bulan aku diberikan ujian berupa sakit, ternyata disanalah
hidayah Allah menghampiri. Aku mulai rajin membaca buku-buku agama, mencari guru
ngaji dan memuhasabahi diri.
Kelas dua SMP, tepatnya saat ramadhan, aku
menanggalkan baju you can see dan rok
miniku. Ku ganti dengan seragam berlengan panjang dan rok panjang, lengkap
denga balutan penutup kepala yang ku pakai. Aku berazzam untuk hijrah. Aku
bertekad untuk berhijab. Meskipun aku mengawalinya pelan-pelan. Balutan
jilbabku masih ku buat modis, dengan berbagai aksesoris yang ku kenakan.
Setidaknya itu yang bisa ku lakukan saat itu.
Berubah menjadi baik, pasti banyak tantangannya.
Benar saja, masa-masa terberat adalah ketika aku mulai berniat memanjangkan
jilbab. Setelah menyadari perintah agamaku agar memanjangkan jilbab sampai ke
dadanya. Jelas penampilanku kali ini berbeda dari sebelumnya. Maka wajar saja,
banyak suara-suara menggunjingkan aku berseliweran di telinga.
Tak sedikit
cibiran menghampiriku. Mulai dari teman sendiri, hingga kakak kelas. Mereka
semua sangat tahu kelakuan burukku saat kelas satu dulu. Hobi membuat onar, dan
seringkali berani memanjat gerbang sekolah. Dan belum terhitung lagi berbagai
keusilan yang aku perbuat di sekolah, membuat warga sekolah geleng-geleng dengan tingkahku.
Aku hanya bisa tersenyum kecut, mengingat aksi yang
tak lazim ku lakukan sebagai seorang anak perempuan. Ya, aku tak lagi ingin
menengok ke belakang. Cukuplah menjadi sejarah kelam dan pelajaran untukku
menatap masa depan. Aku yakin, pasti pada waktunya, mereka yang mencibirku akan
lelah memperolokku. Meskipun itu butuh waktu yang sangat lama. Tapi biarlah,
aku memang sedang berproses untuk memperbaiki diri. Aku menerima segala
konsekuensi dari pilihan yang ku ambil.
Alhamdulillah, hingga menginjak sekolah menengah
atas (SMA), hidayah itu tak pergi
dariku. Aku masih berusaha untuk menjaganya agar hidayah tak pergi meninggalkan
aku. Mulailah, ujian untuk yang ke dua kalinya menghampiriku. Kali ini
berkaitan dengan aksi tak biasaku sebagai ketua di salah satu organisasi
ekstrakurikuler.
Jika pada tahun-tahun sebelumnya Rohis sekolahku
hanya ada ketika ada agenda besar keagamaan, seperti sanlat ramadhan, pengajian
isra’ mi’raj, dan lain sebagainya, maka, ketika aku dipercaya untuk mengetuai
organisasi itu, aku membuat berbagai program yang dianggap keluar jalur oleh
kepala sekolah.
Aku bertekad mengadakan liqo- pengajian kelompok
kecil, biasanya setiap kelompok ada satu mentor, juga mengadakan teater,
rihlah, dan berbagai kegiatan lainya.
Alangkah sangat tidak masuk akal ketika beliau
mengatakan program-program seperti itu ditakutkan menyisipkan ajaran yang
nyeleneh. Masya Allah. Betapa aku heran!, program itu aku adakan sebagai sarana
belajar aku dan rekan-rekanku untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dengan sembunyi-sembunyi, agenda liqo tetap ku
jalankan. Dengan aku sendiri yang mencoba menjadi mentornya. Tentu saja,
sebenarnya aku belum layak menjadi mentor, tapi, demi sebuah awalan, maka tak
ada salahnya aku membagi sedikit ilmu yang ku peroleh dari guru ngajiku saat
SMP dulu.
Dan puncak kemarahan kepala sekolah, ketika tanpa
sepengetahuan beliau aku mengajak anak-anak rohis untuk mengikuti event rohis
se-lampung yang kala itu digelar di SMANSA Metro. Tentu saja, aku harus
berkorban materi beberapa ratus ribu untuk membayar registrasi pendaftaran.
Niatku hanya satu. Para anggota rohis di sekolahku bisa melihat dunia luar. Tak
hanya mendekam di rumah sendiri (baca : sekolah). Aku ingin mereka bisa
mendapat pengalaman setelah mengikuti event itu. Juga menjadi luas pemikiran
bahwa agenda rohis tak melulu melakukan pengajian, seperti tahun-tahun
sebelumnya. Itu saja niatku. Tapi, ternyata niatku ini urung dapat restu dari
kepala sekolah. Beliau memanggilku, bicara empat mata di ruangannya. Menjudge-ku macam-macam, memperolokku dan
hal-hal yang tak pantas diucapkan oleh beliau sebagai seorang pemimpin di
sekolahku.
Nampaknya, ruangan kepala sekolah tidak kedap suara.
Ruangan kepala sekolah yang bergandengan dengan ruang tata usaha, dan ruang
wakil kepala sekolah, membuat mereka sedikit mendengar pembicaraan kami
berdu’a. Tatapan mata iba tertuju kepadaku, saat aku keluar ruangan. Ah,
biarlah, aku tak akan menyerah, karena perjuangan ini baru saja aku mulai.
Perjalanan bulan ke tiga kepengurusanku sebagai
ketua rohis, alhamdulillah mendapat sambutan luar biasa dari murid-murid. Jika
tahun sebelumnya hannya ada 6-10 anggota yang masuk, maka pada periode
pengurusanku, ada 60 murid yang mendaftar sebagai anggota. Mungkin ini karena,
kegiatan yang aku rombak habis-habisan. Mulai dari kegiatan belajar kelompok
dengan mentor anak-anak rohis itu sendiri-karena rata-rata anak-anak rohis adalah
para peserta bimbingan olimpiade di sekolah, liqo, agenda rihlah mingguan,
teater, nobar jama’i dan rujak party. Kegiatan yang masih asing dan baru di
sekolahku. Membuat mereka antusias untuk bergabung.
Dan ketika bulan Juni 2006, ketika itu sekolah sedang
dipercaya sebagai tuan rumah Lomba Karya Ilmiah Remaja Se- Lampung Tengah, aku
tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Alhamdulillah, aku dipinang oleh ketua osis,
untuk menjadi team thank bersama
dirinya. Setelah kami saling sepakat, mulailah kami merancang penelitian,
melakukan penelitian, melakukan tinjauan pustaka, dan serangkaian persiapan
guna mengikuti agenda ini. Team KIR sangat support dengan team kami. Hingga,
percobaan yang kami lakukan sudah 80 persen. Bismillah, aku dan rekanku-ketua
osis tadi, siap untuk bertanding.
Presentasi karya ilmiah kami sudah usai. Saatnya
menunggu pengumuman. Insyaallah kami berdua sudah berusaha melakukan yang
terbaik. Dan kami tetap optimis untuk bisa menjadi salah satu juaranya.
Namun, saat dibacakan pengumuman, ternyata kami
hanya sampai di juara harapan II. Artinya mimpi kami untuk melaju ke tingkat
propinsi kandas sudah. Dan kami berdu’a begitu kecewa, setelah sehari ba’da
pengumuman, dicheck bahwa ada kesalahan penjumlahan nilai oleh dewan juri.
Entri nilai di microsof excel dengan di lembar penilaian, ternyata tertukar,
antara kami-yang dinobatkan sebagai juara harapan dua, dengan sang Juara Dua.
Sang juara dua, seharusnyalah yang menjadi juara harapan dua, dan kamilah juara
duanya. Oh Robbi, ingin rasanya aku menjerit. Tapi sudahlah. Berita sudah
tersebar di harian lokal, bahwa tuan rumah hanya mampu memboyong juara harapan
dua. Aku sebenarnya malu menanggung beban ini. Tapi apa mau dikata. Kami juga
tak bisa sepenuhnya menyalahkan juri, walaupun dalam hal ini seharusnya
juri-lah yang harus bertanggung jawab dengan fatalnya pengumuman ini. Kecewa
itu pasti, tapi aku yakin, ada hikmah di balik setiap peristiwa. Dan aku sangat
mempercayai hal itu.
Aku kembali menyibukkan diri dengan aktivitasku di
rohis, dan bimbingan olimpiade matematika dan biologi. Semakin lama, semakin ramai saja suasana
rohis. Guru-gurupun kini sudah mulai “melihat” geliat kami. Beberapa kompetisi
antar kelas, ataupun antar sekolah, maka anak-anak rohislah yang akan mewakili
sekolah. Dan prestasi demi prestasi mereka ukir di arena perlombaan. Pencapaian
yang menggembirakan untuk kami-anak-anak rohis yang tadinya dianaktirikan.
Aktivitasku pun bertambah, berbekal dari pengalaman speech english contest saat SMP, maka,
aku ditunjuk oleh kelas untuk mewakili dalam event speech english perayaan hari
ibu. Dan alhamdulillah, aku juara I. Begitu seterusnya, disetiap event
perlombaan bahasa inggris di level sekolah, alhamdulillah, aku selalu menjadi
juara. Pun ketika mengikuti seleksi untuk mewakili sekolah di tingkat
kabupaten, aku berhasil lolos seleksi, mengalahkan para seniorku yang juga
turut serta dalam audisi.
Berbagai aktivitasku itu, ternyata menyita perhatian
rekan-rekan yang lain. Seakan aku menjadi icon ditempat aku diamanahkan menjadi
ketuanya. Mereka menjadi sangat interest
untuk bergabung di rohis di gelombang dua periode satu semester kepengurusanku.
Alhamdulillah, semakin hari anggota rohis semakin banyak. Sudah banyak
bibit-bibit unggul yang bisa membantuku untuk menjadi mentor juga.
Hingga, tibalah bulan februari 2007. Ketika aku
sedang mengisi BBQ untuk praktikan baru, bapak waka kurikulum datang menemuiku.
Meminta waktu sebentar kepadaku. Dan mengabarkan bahwa sekolah kami mendapat
undangan mengikuti lomba bergengsi tingkat nasional, yang bertempat di
Universitas Lampung. Satu-satunya universitas negeri di kotaku, didapuk menjadi
tuan rumah perhelatan akbar pekan ilmiah mahasiswa nasional. Waw, amazing.
Ingin rasanya aku mengikuti event itu. Bayanganku sudah berfantasi sedemikian
jauh. Aku sungguh ingin bertemu mahasiswa seluruh Indonesia.
Seleksi administrasi dimulai sejak April 2007, dan
pengumuman finalis yang lolos seleksi adalah bulan juni 2007. Artinya, masih
ada waktu dua bulan untuk mempersiapkan diri. Aku segera mengabari rekan satu
timku yang dulu. Dan kami siap kembali merancang penelitian. Sampai mendekati
tahap akhir, kami pontang-panting bimbingan dengan pembimbing KIR, hingga
menginap di sekolah untuk mengetik makalah. Sungguh, pengorbanan yang tidak
sedikit. Hingga akhirnya, makalah sudah kami kirim. Tinggal berdo’a menunggu
pengumuman finalis pada bulan juni.
Nampaknya,
karena aktivitasku sangat padat, membuatku drop. Sehingga aku harus
beristirahat di rumah selama tiga hari. Ketika sedang istirahat, aku mendapat
telpon dari pihak sekolah, mengabarkan bahwa aplikasi kami terpilih bersama ke
14 finalis lainnya yang akan berkesempatan untuk presentasi di Unila. Allahu
Akbar!, serasa tak percaya, aku meminta kakakku menepuk pipiku. Dan sakit!, aku
tak bermimpi!. Tiba-tiba aku menjadi sehat, dan berharap lekas esok hari dan
segera ke sekolah.
Keesokan
harinya, di sekolah ramai membicarakan kami berdua. Sampai kami kecapean
membalas ucapan selamat-padahal itu belum pengumuman pemenang J, sekolah sudah bereuforia. Aku dan
rekanku segera mempersiapkan diri untuk presentasi final di unila bulan juli
nanti. Eksperimen kembali kami lakukan. Kali ini bimbingan ekstra keras. Dan
tahukah engkau kawan? Bapak kepala Sekolah, baru menyadari bahwa team KIR ini
ada aku yang terlibat di dalamnya. Beliau begitu kikuk ketika mengetahui bahwa
aku dan rekan satu timku akan berlaga di agenda bergengsi PIMNAS XX yang
bertuan rumah di Unila. Mengetahui kecanggungannya, aku berusaha menyapa beliau
sebisaku. Suasana hambar dan sedikit kaku. Haha, aku hanya bisa tertawa dalam
hati. Mengingat ekspresi beliau.
Dan
ketika tiba hari H presentasi final, aku dan rekan satu timku berusaha optimis,
bahwa kami bisa. Walaupun kami dari sekolah yang letaknya dibalik irigasi desa,
tapi kami bisa disejajarkan dengan finalis lain yang bersekolah di kota. Karena
yang diadu kini bukan materi, tapi pemikiran dan analisis terhadap suatu hasil
karya berupa produk yang kami hasilkan yang bisa memberi kebermanfaatan bagi
lingkungan.
Setelah
dua jam kami presentasi, dengan diberikan berbagai pertanyaan oleh para juri
yang membuat pikiran terkuras habis, akhirnya presentasi selesai. Dan kami ber
15 dijadwalkan untuk mengikuti agenda penutupan PIMNAS XX pada 27 Juli 2007.
Sekaligus ramah tamah dengan segenap civitas akademika, pers dan seluruh
mahasiswa se Indonesia yang tumplek blek di unila.
Tanggal
27 Juli 2007pun tiba juga. kami dihantar oleh pihak sekolah-tanpa didampingi
kepala sekolah-mungkin beliau masih malu atau enggan denganku-bukan kepedean
weh, hehe, kami dijemput panitia untuk berada di lokasi penutupan. Penutupan
bersetting outdoor di kolam renang unila. Dan Amazing, di sana, sudah ada
ribuan mahasiwa dengan warna-warni almamater yang dikenakannya. Ingin rasanya
ngobrol satu persatu dengan mahasiswa per propinsi. Hehehe, ada-ada saja.
Pengumuman
untuk peserta LKIR pun dibacakan. Aku dan rekanku mulai komat-kamit merapal
do’a. Pun ke 14 finalis lainnya. Kami semua berharap kami menjadi salah satu
juaranya. Dan, alhamdulillah..... “Briket Limbah Tapioka, Sebagai Alternatif
Pengganti Bahan Bakar Rumah Tangga” dinobatkan sebagai juara dua.
Kami
berdua segera maju ke depan, menerima piala, sertifikat, dan uang tunai 3 juta
rupiah. Subhanallah, akhirnya kekalahan kami tempo hari diganti dengan
kemenangan hari ini. Rahasia yang begitu indah diberikan Tuhan kepada kami.
Yah, dan hari ini pulalah, aku bisa membuktikan kepada kepala sekolah, bahwa
anak rohis itu tidak nyeleneh, dan bisa tetap berprestasi, bahkan ikut membawa
nama harum sekolah. Dan suka tidak suka, kepala sekolah akhirnya memberikan
selamat kepadaku dan sedikit membuka restu untuk agenda rohis tetap berjalan
sebagaimana yang diagendakan.
Terima
kasih ya Allah. Engkau membalas keteguhan ini, dengan caramu yang indah...
Seputih
Banyak, Juli 2009
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejak setelah berkunjung yaa ...