Aku
bersyukur berada di lingkungan keluargaku. Berlatar belakang anak seorang guru
SD, maka rutinitas belajarku selalu terkontrol oleh kedua orang tuaku. Aku
sangat menikmati keadaan demikian. Meski banyak yang keheranan melihatku tak
bosan untuk belajar. Bayangkan saja, aku betah melahap habis tugas-tugas di LKS
yang ku beli di sekolah, maupun yang ku pinjam dari perpustakaan. Meskipun
bapak ibu guru belum meminta muridnya untuk mengerjakan, tapi aku bersikeras
untuk membabat habis seluruh pertanyaan dan persoalan yang ada di LKS itu.
Kondisi
seperti itu, membuat aku suka berdiam diri di kamar-jika sedang di rumah, dan
selalu bisa ditemukan di perpustakaan jika jam istirahat sekolah. Hari-hariku
selalu akrab dengan buku dan pelajaran. Selalu saja ada persoalan yang menarik
untuk aku pecahkan. Aku lebih suka mengerjakan soal-soal aplikasi, karena
berdekatan dengan kehidupan sehari-hari. Persoalan fenomena fisika, kimia dan
matematika, ternyata saling berkorelasi dengan kehidupan kita di dunia nyata.
Aku menjadi semakin cinta dengan dunia eksakta.
Akupun
tak ragu, mengkonsultasikan persoalan matematika yang kadang aku terlalu rumit
memaknainya. Padahal bisa disederhanakan ketika kita sudah memahami konsepnya.
Berbekal rasa penasaran, aku tanyakan persoalan yang ku temukan di buku panduan
yang ku pinjam dari perpus, kepada salah satu guru matematikaku. Pak Agus Budi
Wiyono. Itulah nama beliau. Guru matematika terkiller di sekolahku, yang ditakuti oleh teman-temanku. Tapi tidak
denganku. Ya, aku biasa saja. Aku suka gaya belajar dengan pak Agus. Aplikatif dan enjoyble. Aku suka model mengajar beliau. Mungkin juga karena aku
sangat interest dengan bidang
eksakta. Termasuk matematika.
Soal
yang ku berikan, ternyata belum juga diketemukan jawabannya. Pak Agus memintaku
memberinya waktu untuk menjawab soal itu. Aku mengiyakan, dan masih terus
berusaha sama-sama mencari jawabannya. Persoalan matematika yang sangat
menarik. Membuat pak Agus pun harus menjadikan PR, soal yang ku ajukan
tersebut.
Sepulang
sekolah, aku masih terus kepikiran dengan soal yang ku temukan tadi. Sudah dua
hari jawaban urung kutemukan juga. Berbagai konsep sudah aku orat-oret. Masih
saja, rasanya belum tepat. Hingga akhirnya aku mulai penat. Refresh sejenak,
aku memutar radio butut yang ada di kamarku. Aku menikmati playlist lagu yang diputar di saluran radio itu. @ Radio, 101, 1
fm. Radio bernuansa religi yang bermarkas di Bandar Lampung. Lagu selesai di
play, kemudian berlanjut ke murottal, karena sebentar lagi adzan magrib. Lekas
aku mandi, dan menunggu saat magrib tiba.
Usai
mandi, shalat dan mengaji, aku staytune
kembali di gelombang kesayanganku. 101, 1 FM. Karena aku ingat, jadwal hari
senin adalah E-Talk @RADIO. Semoga saja ada ilmu yang bisa ku curi malam ini,
dari bincang-bincang yang dihadirkan di pesawat radio berjargon The Avant Grade Station itu.
Dan
very surprised!, jika biasanya E-Talk
@radio membahas mengenai problematika dunia remaja, maka malam ini, ternyata
E-Talk nya membahas mengenai problematika pelajar dalam pelajaran eksakta.
Yeah!, aku bersorak kegirangan!. Lekas aku mengobrak abrik isi tasku. Mencari
soal matematika yang membuatku tak bisa tenang. Aku segera mengecek pulsa,
berharap bisa ikut serta berkonsultasi dengan narasumber melalui sambungan
telepon.
Ayeye,
meskipun berulangkali gagal masuk teleponku, akhirnya bisa tersambung juga.
Maklum saja, aku harus mengantri bersama para listener lainnya yang juga ingin bertanya kepada narasumber. Ku
sampaikan soal matematika itu, dan ku sampaikan kesulitan yang ku rasakan.
Setelah usai, aku menutup sambungan teleponku, dan tinggal menunggu soal ku
mendapat giliran untuk dibahas.
Karena
aku penelpon ke empat, maka aku harus bersabar menunggu jawaban setelah
pertanyaan dari ke tiga penanya sebelumku diberikan jawaban. Aku tak beranjak
dari kamar, menunggu giliran soalku dibahas.
Buku
oret-oretan, pena, penggaris, busur dan sebagainya sudah aku siapkan. Tak lupa
pula aku masukan kaset di tape recorder yang jadi satu dengan radio. Ide yang
tiba-tiba saja muncul untuk aku merekam E-Talk yang dibahas hari ini. Agar aku
bisa mereview ulang dari rekaman kaset yang sengaja ku buat. Setelah tiga
penanya selesai diberikan solusi, jeda iklan dan lagu berdurasi tujuh menit.
Huft, aku sudah tidak sabar >,<
Akhirnya,
pukul 8.45 wib, soalku saatnya dibahas. Tanganku mulai menggenggam pena, dan
volume suara radio aku perbesar. Jelas terdengar, pembahasan soalku oleh
narasumber di sana. Kata beliau, soalku termasuk soal tak lazim diberikan untuk
siswa SMP. Pantas saja aku tak bisa-bisa. Karena ternyata, soal itu memadukan
beberapa konsep yang agak sedikit rumit. Memerlukan pendalaman konsep yang
sangat matang. Dan soal itu adalah salah satu type soal yang digunakan dalam
olimpiade matematika internasional. Oh My God, pantas saja. Hahahaha, tapi
narasumber tersebut, sangat appresiate
karena aku tertarik menanyakan soal seperti itu. Berbeda dengan 3 soal yang
diajukan 3 penanya sebelumku, yang masih dalam tahap wajar soal diberikan untuk
anak SMP. Akhirnya, soalku terjawab juga. Dengan oret-oretan hasil
interpretasiku dari penjelasan yang diberikan oleh narasumber. Meskipun tak
bertatap muka dengan narasumber, namun aku berharap interpretasiku sesuai
dengan apa yang ia sampaikan.
Tak
sabar aku menunggu pagi tiba. Itu artinya, aku akan mengkonsultasikan kembali
jawaban yang ku peroleh lewat konsultasi di radio dengan jawaban yang diperoleh
guru matematikaku. Aku sangat berharap pak Agus pun sudah memiliki jawaban dari
soal yang ku berikan.
Masih
pukul setengah tujuh. Aku sudah tiba di sekolah. Ku lihat pak Agus juga sudah
datang ke kantor. Masih sambil menggendong tas, aku berlari menuju kantor.
Menyusul pak Agus dengan senyum sumringah.
Setelah
menyapanya dan berbasa-basi sedikit, aku kembali menanyakan soal yang pernah ku
berikan. Beliau segera membuka tas kerjanya, sambil mengeluarkan kertas-kertas
oret-oretan miliknya. Ternyata beliau belum juga bertemu jawabannya. Kata
beliau masih bingung dengan konsep apa yang dipakai di soal itu.
Yippie,
selangkah lebih maju. Aku sudah lebih dulu menemukan jawabannya. Ku berikan
hasil oret-oretanku tadi kepada beliau. Beliau manggut-manggut dan tersenyum,
seraya berkata kepadaku, “Lah ini sudah
bisa, wah ternyata saya 1-0 ya ama kamu. Keren deh!, saya sampai kepikiran dan
bingung memikirkan soal yang kamu berikan. Hahaha. Akhirnya, kamu sendirilah
yang menemukan jawabannya. Besok Bapak coba berikan soal ini ke adik kelasmu,
kita lihat apakah mereka bisa menemukan jawabannya sepertimu.”
Aku hanya bisa senyam senyum
mendengar penyataan pak Agus. Bisa ku bayangkan alangkah gupeknya beliau
mencari jawaban dari soal matematika itu. Duuuh, maaf nggih pak, sudah
membuatmu bingung!
Seputih
Banyak, Januari 2005
No comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejak setelah berkunjung yaa ...