Saturday, December 25, 2010

Ujian Nasional _ My Unforgottable Moment ^^

Ujian nasional yang merupakan hajat dunia pendidikan setiap tahunnya selalu saja banyak menimbulkan keresahan bagi warga dunia pendidikan. Terutama bagi kami sebagai siswa. Ujian nasional menjadi peristiwa yang paling mendebarkan yang kami rasakan kala itu. Betapa tidak 3 tahun kami bersusah payah menempuh pendidikan hingga tak jarang harus menempuh remidial karena nilai yang kurang dari nilai ketuntasan minimal belajar yang ditetapkan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Tiga tahun kami mempersiapkan diri menuju gerbang ujian nasional terkadang tidak bisa menjadi jaminan bagi kami untuk lulus ujian nasional.

Menyadari itu semua, aku dan kawan-kawan kala itu mulai mengatur strategi. Mulai dari kami berinisiatif meminta jam tambahan diluar jadwal kami les , belajar tutorial dengan teman sebaya, belajar di rumah guru, belajar bersama dengan teman-teman di kawasan kosan kami yang saling berdekatan, dan tak lupa kami selalu meminta penguatan kepada bapak ibu guru kami dengan menggelar pengajian kecil-kecilan setiap pekan, tentu saja di base camp biasa kami berkumpul, dimana lagi kalau bukan di kosanku. 
Setiap sehabis qiyamul lail sembari menunggu adzan subuh , kawan-kawanku pun tak pernah absen datang ke kosanku untuk belajar bersama. Dengan izin sang pemilik kos, teras rumah ibu kosanku pun ku sulap bak sebuah tempat bimbingan belajar. Papan tulis dari triplek biru berukuran 1,5 meter x 1 meter yang ku bawa dari rumah, dengan spidol warna warni dan sisa-sisa potongan kain yang kusulap menjadi penghapus dilengkapi dengan tikar yang ku hamparkan di lantai, menjadi satu paket lengkap yang ikut menjadi bagian penting dari kegiatan belajar yang kami lakukan.

Wedang jahe yang sengaja ku hidangkan untuk menghangatkan badan kami karena udara luar yang sangat dingin menjadi minuman favorit setiap pagi bagi kami. Sembari menyeruput wedang jahe yang ku sajikan, teman-teman tetap khusyuk mendengar penjelasanku tentang materi yang ku sampaikan.

Suara azan kakek Ibrahim dari langgar tak jauh dari kosanku membuat kami harus menghentikan sejenak keasyikan kami tenggelam dalam barisan-barisan soal yang telah kami selami. Dan kami bersama-sama bergegas menuju langgar tempat kakek Ibrahim. Selepas sholat, kami langsung kembali ke base camp kami yang kami beri nama para bodohers base camp yang ingin lulus. Nama yang sangat unik yang terlontar begitu saja dari kami karena rasa takut kami yang teramat sangat akan kelulusan ujian nasional. Soal-soal yang telah kami kerjakan pun kami bahas dengan tim kelompok yang telah terbentuk sesuai kesepakatan. Ketika ada salah satu kawan yang masih merasa kesulitan, kamipun berusaha untuk membantunya.
***
Begitulah aktivitas harian yang harus kami jalani. Tidak ada waktu yang kami sia-siakan. Setiap detik yang kami lakukan selalu saja kami isi dengan kegiatan belajar. Mulai dari pukul 4 pagi dengan belajar kelompok dikawasan kosan (di base campnya para bodohers base camp yang ingin lulus) , pukul 6 pagi dengan jam tambahan belajar ke nol, pukul 7.30 sampai dengan pukul 14.00 untuk belajar reguler, pukul 15.30 sampai 17.00 untuk jadwal les , dan malam hari kami gunakan untuk belajar mandiri. Tak terkecuali hari-hari libur, kami tak segan bertandang ke rumah guru-guru kami untuk belajar materi yang kami tak begitu paham. Begitulah aktivitas dan rutinitas yang kujalankan setiap harinya bersama teman-temanku selama satu semester menjelang ujian nasional. Konsekuensi yang harus kami ambil karena sekolah tak bisa memberikan jaminan lulus 100 % kepada kami. Ini menjadi sesuatu yang sangat punya alasan, karena sejak jaman dahulu sampai saat inipun sekolah SMA ku tak pernah melakukan praktek-praktek kecurangan sebagaimana yang terjadi pada sejumlah kasus di sekolah- sekolah yang tak ingin nama sekolahnya jatuh ataupun takut tak mendapatkan siswa karena ada siswa di sekolah tersebut yang gagal ujian nasional. Karena bagi sekolah kami yang ditekankan adalah murid-murid lulusan sekolah kami adalah anak-anak yang jujur dan lulus ujian nasional dengan kompetensi dan bekal yang telah dimilikinya selam 3tahun menempuh pendidikan di sekolah kami.
***
Waktu terus bergulir hingga akhirnya detik-detik menjelang ujian nasional pun tinggal menunggu hitungan jam. Hingga akhirnya saat yang ditunggu-tunggu telah tiba pada waktunya. Bismillahirrohmanirrohim mudahkan aku dan kawan-kawan ku ya Robb, ucapku lirih. Ruangan ujian sunyi senyap. Pengawas mulai membacakan tata tertib ujian kemudian membagikan lembaran jawaban komputer (LJK) kepada kami. Sambil menunggu soal dibagikan, kami mulai mengisi data diri kami di LJK yang telah kami terima. 5 menit sebelum sirine tanda mengerjakan soal dibunyikan, pengawas membagikan soal kepada kami. Sembari menunggu sirine dibunyikan, akupun membolak-balik halaman demi halaman serta mengecek kelengkapan halaman atau kata-kata yang mungkin tidak terbaca. Lima menit kemudian sirine penunjuk waktu mengerjakan soal telah berbunyi, pengawas mempersilahkan kami untuk mengerjakan soal dengan mengingatkan kami untuk mengecek biodata yang telah kami hitamkan tadi di lembar LJK. Senyap suasana dalam ruangan, semua terhanyut dalam 75 butir soal Bahasa Indonesia yang menjadi santapan kami pagi itu. Akhirnya kurang dari 30 menit waktu yang tersisa aku telah selesai merampungkan soal demi soal, dan aku memanfaatkan sisa waktu untuk kembali mengecek ulang jawaban-jawabanku. Waktu mengerjakan soal telah habis dan kami dipersilahkan untuk meninggalkan ruangan untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian jam ke dua.
Pukul sepuluh lebih lima belas menit, kami memasuki ruang ujian dengan duduk rapi pada bangku kami masing-masing. Suasana sedikit tegang karena jam kedua ini adalah ujian matematika. Sama seperti perlakuan yang diberikan dijam pertama, pengawas menjelaskan tata tertib kemudian membagikan LJK. Kamipun bersegera mengisi LJK dengan sangat hati-hati dan penuh ketelitian. Hingga bunyi sirine sudah mau dibunyikan, pengawas belum juga membagikan soal. Ternyata di ruangan kami masih kekurangan soal sejumlah 7 bendel soal. Saat soal dibagikan ternyata yang harus sedikit bersabar untuk mendapat soal tentu saja 7 peserta ujian itu, dan satu diantaranya adalah aku. Tanpa berpikir panjang sang pengawas meminta soal di ruang sebelah, tanpa melapor ke ruang koordinator. Hingga akhirnya kami ber tujuh sudah memegang soal. Tanpa kulihat-lihat lagi langsung saja ku kerjakan soal yang telah ku pegang, alhamdulillah dalam waktu kurang dari 30 menit soal matematika yang ku pegang telah rampung ku selesaikan. Tapi aku merasa ada sesuatu yang aneh di ruanganku, pandanganku menyebar ke seisi ruang ujian. Mereka terasa begitu kesulitan, aku jadi semakin bingung. Aku merasa juga ada yang aneh dengan soal matematika yang ku pegang, tak ada satu pun materi sesuai dengan bahasan yang aku pelajari, semua terasa seperti materi matematika sangat dasar, sehingga dengan mudah aku bisa segera menyelesaikannya. Setelah kuteliti dan ku bolak balik lembaran soal matematika ku, aku menjadi terduduk lemas. Bagaimana tidak aku dengan mudah menyelesaikan soal matematika itu. Karena ternyata soal yang aku pegang adalah soal matematika anak IPS. Aku baru sadar ruang ujianku adalah ruang terakhir untuk peserta ujian program IPA, dan ruang sebelah adalah ruang satu untuk program IPS. Tempat pengawas tadi mengambil soal untuk diberikan kepada kami sebelumnya. Astaqfirullah ‘adzim pekikku keras sehingga membuyarkan konsentrasi peserta ujian yang lain di ruanganku. Segera aku melontarkan protesku kepapa pengawas. Aku merasa sangat dirugikan. Akhirnya salah seorang dari pengawas yang ada di ruanganku berinsiatif melapor ke ruang koordinator. Sembari menunggu apakah masih ada sisa soal matematika untuk program IPA, pengawas yang masih di ruangan ujianku berusaha kembali mengkondusifkan kami semua. Akhirnya pengawas yang telah melapor tadi telah kembali ke ruang ujiannku dengan membawa sejumlah 7 bendel soal ke ruang ujianku. Aku juga meminta lembar LJK baru, karena sangat tidak mungkin jika aku menghapus semua jawaban yang telah ku hitamkan di LJK ku yang tadi telah dibagikan sebelumnya. Alhamdulillah masih tersisa satu lembar LJK yang kosong. Dengan meminta perpanjangan waktu, aku kembali berusaha menenangkan pikiranku dan mencoba kembali fokus. Betapa tidak, waktu tinggal 30 menit lagi sedangkan biodata yang sangat banyak, juga karena namaku yang panjang sehingga waktu 10 menit aku baru menyelesaikan pengisian identitas diriku sebagai peserta ujian pad LJK tersebut. Tangisku pecah tak terbendung setelah melihat soal, aku mulai tak bisa konsentrasi karena merasa harus berlomba dengan waktu, aku semakin tertekan hingga akhirnya bapak kepala sekolah dan wakil kurikulum mendengar insident di ruangan ujianku segera datang dan berusaha menenangkan aku. Keenam temanku yang juga mengalami hal yang sama mereka nampak pasrah dengan kejadian hari ini, tapi aku tidak bisa pasrah begitu saja. Dalam waktu yang sangat singkat kami harus menyelesaikan soal sejumlah 45 butir itu dengan baik dan benar. Tak ayal hanya separo dari jumlah soal itu yang bisa ku kerjakan dengan baik, sisanya aku isi dengan memakai feeling saja, karena aku benar-benar sudah tidak mampu berfikir. Kepalaku berat, tanganku lemas. Ujian hari pertama telah usai. Aku bergegas ingin segera sampai dikosan.
Di kosan aku segera masuk dan mengunci diri di kamar. Aku menangis sejadi-jadinya. Pikiranku jauh melayang, ini baru ujian hari pertama sudah seperti ini, apakah pertanda bahwa aku akan tidak lulus ya Robb..... Aku benar-benar diliputi rasa ketakutan yang teramat sangat. Aku tak berani menceritakan kejadian hari ini kepada ibu dan ayahku karena takut membuat mereka akan kepikiran. Aku kemudian menelpon advisorku. Mom JQ begitu biasa aku menyapanya. Ku ceritakan segala peristiwa hari ini, beliau terus menjadi pendengar yang baik bagiku walaupun semakin tidak jelas apa yang aku katakan karena dibarengi denga isak tangisku yang semakin tak terbendung. Setelah selesai menumpahkan segala rasa dihatiku dengan kejadian yang ada hari ini Mom JQ berusaha menghibur dan menenangkanku dengan memberi banyak nasihat. Aku menjadi begitu nyaman dan kembali tenang...
Ujian hari ke dua dan ketiga berjalan dengan kondusif, dengan mengevaluasi kejadian dihari pertama ujian, ke dua pengawas yang kemarin mengawas di ruanganku saat insident terjadi kini diistirahatkan untuk tidak mengawas dihari ke dua dan ketiga ujian, juga untuk tahun ke depan. Hukuman yang pantas akibat kelalaian mereka. (Maaf bapak-bapak pengawas jika aku berkata demikian). Akhirnya ujian nasional sudah berakhir. Tinggal menunggu hasil.
***
Setelah bersabar menunggu hasil selama satu bulan akhirnya pengumuman kelulusan akan dibacakan esok hari. Walau aku juga setengah kurang yakin, tapi dukungan moral yang diberikan oleh guru-guruku dan teman-temanku membuat rasa optimis itu perlahan tumbuh. Saat pengumuman di kelas, kami semua dibagikan amplop yang berisi keterangan apakah kami lulus atau tidak lulus. Dengan setengah nervous aku buka amplop itu dan alhamdulillah aku dinyatakan lulus. Alhamdulillah ya Robb. Ternyata selama ini perjuanganku dan kawan-kawanku tidak sia-sia. Aku menjadi berfikir bahwa ternyata banyak hikmah yang Allah beri kepadaku. Aku semakin belajar untuk menjadi orang yang lebih teliti, tidak sombong, siap dengan keadaan apapun yang terjadi ke depannya, tidak mudah menyerah dan putus asa serta tidak melupakan kehadiran Nya. Bahwa semua terjadi juga atas campur tangan Tuhan dan kuasa Nya. Semuanya adalah menjadi proses pendewasaan, ujian dalam ujian. Apakah aku mampu menghadapi ujian yang diberikan oleh manusia (Ujian Nasional) dan ujian yang diberikan Tuhan kepada ku saat insiden ujian hari pertama itu terjadi. Alhamdulillah aku bisa mengambil pelajaran dari ini semua. So Be Positive guys ^^

*diikutsertakan dalam lomba menulis weekly notes :be Positive
cekidot infonya :
http://www.facebook.com/note.php?note_id=475266612527

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan jejak setelah berkunjung yaa ...